Hukum Nikah Siri Dalam Islam
Kasus nikah siri kembali mencuat setelah ada kasus terbongkarnya website nikahsirri dot com yang dikelola oleh caleg gagal dari Banyumas, Aris Wahyudi. Pelaku diamankan Tim Cybercrime Krimsus Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana ITE dan atau pornografi serta perlindungan anak pada 22 September 2017.
Terlepas dari kasus penangkapan pemilik situs partai ponsel, perdebatan publikpun akhirnya dimulai. Sebagian orang mempermasalahkan status hukum nikah siri, baik secara agama maupun secara pengadilan.
Sebuah diskusi elite di Tvone, ILC, akhirnya mendatangkan tokoh-tokoh nasional memperbincangkan masalah nikah siri ini. Sampai-sampai Pimpinan Muhammadiyah, KH. Prof, Dr. Yunahar Ilyas, Lc, MA, memberikan statmen bahka nikah siri bisa sah dan bisa batal dengan ketentuan hukum agama, lihat video dibawah ini:
Menurut beliau nikah siri harus dirinci ulang,
Yang pertama: Nikah siri tanpa saksi tanpa wali dan hanya dilakukan mereka berdua. Dan ini jelas tidak sah
Yang kedua: Nikah siri yang mana semua rukun terpenuhi, ada mempelai, ada saksi, ada wali, ada ijab qabul dan ada mahar tapi minus pencatatan. Ini yang menjadi persoalan.
Dalam statemen beliau yang mengatasnamakan Muhammadiyah, bahwa nikah itu ada tambahan wajibnya (bukan rukun) yaitu wajib dicatat di KUA. Karena menyangkut maqasid syariah (tujuan hukum) diantara hak harta dan hak keturunan. Jika nikah tidak ada catatannya maka status hukum hak istri dan anak mengambang, jika terjadi apa2 istri dan anak tidak bisa menuntut secara hukum.
Nikah Siri yang Sah Menurut Agama Itu Seperti Apa?
Sebagaimana pernyataan KH. Yunahar Ilyas, nikah siri itu sah secara agama Islam jika terpenuhinya rukun nikah.
Pertama: Wajib Ada Wali Nikah
أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهَا، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ
“Wanita manapun yang menikah tanpa izin wali, maka nikahnya batal.” (HR. Ahmad, Abu daud, dan baihaqi)
Dalam hadis diatas adalah ketika nikah tanpa wali baik siri maupun resmi dicatat, maka nikahkan batal. Catatan penting: bahwa wali nikah disini adalah harus wali dari keluarganya, bukan wali-wali bayaran yang biasa dilakukan oleh orang yang bodoh masalah agama.
Kedua: Saksi Nikah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا نكاح إلا بولي وشاهدي عدل
“Tidak ada nikah kecuali dengan wali (wanita) dan dua saksi yang adil.” (HR. At-Thabrani dalam al-Ausath, Ad-Daruquhni, dan dishahihkan al-Albani).
Ketiga: Ijab Qabul
Diantara rukun nikah yang harus dipenuhi adalah Ijab Qabul. Lajnah Daimah ditanya tentang lafadz nikah. Mereka menjawab, Semua kalimat yang menunjukkan ijab kabul maka akad nikahnya sah dengan menggunakan kalimat tersebut, menurut pendapat yang lebih kuat. Yang paling tegas adalah kalimat: ‘zawwajtuka’ dan ‘ankahtuka’ (aku nikahkan kamu), kemudian ‘mallaktuka’ (aku serahkan padamu).
Fatawa Lajnah Daimah (17:82).
Sedangkan ramai-ramai walimah, khotbah nikah dan lain-lain bersifat sunnah.
Status Hukum Nikah Siri dalam Undang-undang Perkawinan Indonesia
Nikah siri walaupun sudah sah menurut hukum agama Islam namun jika itu menimbulkan mudharat lebih besar maka nikah siri tidak dianjurkan untuk dilakukan. Hal ini sudah disinggung oleh Prof. DR. KH. Yunahar Ilyas dalam video diatas.
Dizaman yang serba bebas ini, marak penipuan dan kedzaliman. Dengan adanya catatan pernikahan maka hak-hak perempuan dan anak bisa terjaga. Dan ini juga sebagai bentuk tanggung jawab laki-laki yang sudah siap menanggung keluarga.
Dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Tentang PERKAWINAN
Pasal 4 KHI:“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.”Pasal 2 UU Perkawinan:(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Karena yang terjadi dimasyarakat adalah perbedaan nikah siri dan nikah resmi hanya pada legalitas. Maka nikah siri bisa dibilang sah jika sudah tercatat dalam undang-undang berlaku.
Sebagai tambahan, yang kami kutip dalam situs yang sama, tidak adanya legalitas akan mempersulit proses khuluk jika sewaktu-waktu istri menggugat cerai karena suaminya tidak bertanggung jawab. Begitu juga jika ingin tidak bisa memproses hak waris bagi anak-anak yang lahir pada pernikahan tanpa dicatatan di pengadilan.
Pasal 7 KHI:(1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.(2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akat Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.(3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas
mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:
(a) Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;(b) Hilangnya Akta Nikah;(c) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan;(d) Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan;(e) Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974;(4) Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri, anak–anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.
sumber : danamuslim.com
No comments:
Post a Comment